-->

Menumpuknya Honorer PPPK Paruh Waktu di Instansi Daerah, Salah Siapa?

Pusat BacklinkSelama bertahun-tahun, tenaga honorer masih menjadi tulang punggung berbagai instansi pemerintah daerah — mulai dari sekolah, puskesmas, hingga kantor dinas. Mereka bekerja setiap hari, menjalankan layanan publik penting, meski tanpa kepastian status. Kini, dengan munculnya program PPPK Paruh Waktu, muncul pertanyaan besar: mengapa jumlah honorer bisa menumpuk hingga ribuan di satu instansi, tapi di daerah lain hanya puluhan? Siapa sebenarnya yang harus disalahkan?

Menumpuknya Honorer PPPK Paruh Waktu di Instansi Daerah, Salah Siapa?
Menumpuknya Honorer PPPK Paruh Waktu di Instansi Daerah, Salah Siapa?

1. Bertahun-tahun Tak Ada Pengangkatan ASN

Salah satu penyebab utama menumpuknya tenaga honorer adalah tidak adanya pengangkatan ASN selama bertahun-tahun.Banyak pemerintah daerah yang enggan atau menunda usulan formasi ASN baru dengan alasan keterbatasan anggaran, perubahan kebijakan pusat, atau fokus pada program lain.

Akibatnya, honorer yang sudah bekerja lama tetap berstatus non-ASN meskipun telah mengabdi lebih dari satu dekade. Masalah ini terus bergulir hingga akhirnya jumlah tenaga honorer membengkak di berbagai instansi.

2. Kebutuhan Pegawai Terus Bertambah, Rekrutmen Jalan Terus

Kebutuhan pegawai di instansi pemerintah tidak pernah berkurang, bahkan cenderung meningkat. Sekolah butuh operator, dinas butuh tenaga administrasi, dan puskesmas butuh tenaga kebersihan hingga staf teknis.

Karena tidak bisa merekrut ASN baru, banyak daerah memilih menambah honorer baru setiap tahun. Inilah yang menyebabkan jumlah honorer terus menumpuk — pegawai lama tidak diangkat, pegawai baru terus masuk.

3. Ketergantungan Instansi pada Honorer

Realitanya, banyak unit kerja pemerintah sangat bergantung pada honorer untuk menjalankan aktivitas harian. Tanpa mereka, pelayanan publik bisa terhenti. Namun, penghargaan terhadap tenaga honorer sering kali tidak sebanding dengan kontribusinya. Banyak yang hanya menerima gaji ratusan ribu rupiah per bulan, jauh di bawah upah minimum.

Namun, tidak semua sama. Ada pula unit kerja seperti Dinas, Rumah Sakit, dan Sekolah yang sudah menggaji honorer mereka sesuai UMK. Hal ini terjadi karena selama ini penggajian honorer menjadi tanggung jawab masing-masing unit kerja, bukan pemerintah pusat. Artinya, kemampuan keuangan daerah atau instansi sangat menentukan besar kecilnya gaji honorer.

4. PPPK Paruh Waktu: Solusi atau Sekadar Jalan Tengah?

Masuknya kebijakan PPPK Paruh Waktu pada tahun 2025 menjadi salah satu langkah pemerintah dalam menyelesaikan masalah status honorer yang menahun. Melalui skema ini, para honorer akan memiliki status hukum yang jelas serta masuk ke dalam sistem kepegawaian nasional.

Namun, di balik kabar baik ini, muncul kekhawatiran soal besaran gaji yang akan diterima. Menurut Kepala BKN, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, dalam paparannya saat rapat bersama Komisi II DPR RI, penggajian PPPK Paruh Waktu akan dipukul rata atau disamakan untuk semua peserta, tanpa melihat instansi atau daerah.

Artinya, bagi honorer yang sebelumnya menerima gaji sesuai UMK di dinas atau rumah sakit, kemungkinan besar gaji mereka justru akan lebih kecil setelah resmi menjadi PPPK Paruh Waktu.

5. Tahun Terakhir bagi Status Honorer

Pemerintah telah menegaskan bahwa tahun 2025 menjadi tahun terakhir bagi status honorer di seluruh instansi pemerintah. Setelah itu, tidak ada lagi pegawai berstatus honorer daerah. Semua rekrutmen baru wajib dilakukan melalui seleksi resmi ASN CPNS atau ASN PPPK.

Jika masih ada instansi atau kepala unit kerja yang nekat merekrut tenaga baru di luar mekanisme tersebut, maka akan dikenakan sanksi tegas, termasuk pembekuan anggaran pegawai. Langkah ini diambil agar sistem kepegawaian di Indonesia lebih tertib, profesional, dan tidak menimbulkan ketimpangan lagi.

6. Salah Siapa?

Lalu, siapa yang harus disalahkan atas menumpuknya honorer paruh waktu di instansi daerah? Apakah pemerintah pusat yang lamban membuat regulasi? Atau pemerintah daerah yang tidak proaktif mengusulkan formasi ASN?

Faktanya, masalah ini merupakan akumulasi kebijakan selama bertahun-tahun. Pemerintah pusat lamban menuntaskan penataan tenaga honorer, sementara pemerintah daerah terlalu bergantung pada tenaga honorer tanpa rencana jangka panjang. Kini, ketika kebijakan PPPK Paruh Waktu diberlakukan, banyak honorer menghadapi situasi baru — memiliki status lebih jelas, tapi gaji dan hak yang mungkin lebih kecil dari sebelumnya.

Masalah menumpuknya honorer PPPK Paruh Waktu bukan sekadar soal jumlah, tapi soal kebijakan dan arah pembinaan tenaga kerja pemerintah selama bertahun-tahun. Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi agar penyelesaian tenaga honorer ini benar-benar memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi mereka yang sudah lama mengabdi.

Honorer bukan sekadar pegawai tambahan — mereka adalah garda terdepan pelayanan publik yang selama ini menopang jalannya birokrasi di Indonesia. Kini, sudah saatnya mereka mendapatkan kejelasan dan penghargaan yang layak.

0 Response to "Menumpuknya Honorer PPPK Paruh Waktu di Instansi Daerah, Salah Siapa?"

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung, Silahkan Berkomentar dengan Sopan dan Tinggalkan jejak Link Blog anda Bila ingin di Kunjungi !

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel